Rencana anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR yang mogok karena KPK melakukan pemeriksaan membuktikan wakil rakyat yang mengurusi anggaran negara tidak berpihak terhadap rakyat.
“Anggota dan Pimpinan Banggar tidak perlu mogok, tindakan ini menunjukkan mereka tidak mau transparan,” Forum Peduli Wakil Rakyat, Hendri Gunawan kepada itoday, Jum’at (23/9).
Menurut Hendri, mogok yang dilakukan itu akan semakin menunjukkan kepada masyarakat tindakan yang dilakukan selama ini dalam menyusun anggaran. “Ini akan menunjukkan, mereka mewakili para wakil mafia yang menghisap uang rakyat,” jelasnya.
Kata Hendri, jika anggota Banggar tidak merasa bersalah, tetapi terlihat ketakutan dengan langkah yang dilakukan KPK itu. “Kalau tidak salah, tidak perlu takut dan mengancam mogok segala,” ungkap Hendri.
Lanjutnya, tindakan yang dilakukan anggota dan Pimpinan Banggar akan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap wakilnya di parlemen. “Kalau mereka kooperatif dan mengikuti langkah-langkah yang dilakukan KPK, akan muncul kepercayaan terhadap anggota DPR,” pungkasnya.
“Anggota dan Pimpinan Banggar tidak perlu mogok, tindakan ini menunjukkan mereka tidak mau transparan,” Forum Peduli Wakil Rakyat, Hendri Gunawan kepada itoday, Jum’at (23/9).
Menurut Hendri, mogok yang dilakukan itu akan semakin menunjukkan kepada masyarakat tindakan yang dilakukan selama ini dalam menyusun anggaran. “Ini akan menunjukkan, mereka mewakili para wakil mafia yang menghisap uang rakyat,” jelasnya.
Kata Hendri, jika anggota Banggar tidak merasa bersalah, tetapi terlihat ketakutan dengan langkah yang dilakukan KPK itu. “Kalau tidak salah, tidak perlu takut dan mengancam mogok segala,” ungkap Hendri.
Lanjutnya, tindakan yang dilakukan anggota dan Pimpinan Banggar akan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap wakilnya di parlemen. “Kalau mereka kooperatif dan mengikuti langkah-langkah yang dilakukan KPK, akan muncul kepercayaan terhadap anggota DPR,” pungkasnya.
TINGKAT kepatuhan wakil rakyat melaporkan kekayaan mereka sangat rendah. Itu berarti, sadar atau tidak sadar, anggota DPR sedang mempertontonkan tabiat tidak terpuji, yaitu melanggar undang-undang. Adalah kewajiban penyelenggara negara, termasuk anggota DPR, untuk menyerahkan laporan kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Itulah perintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perintahnya sangat jelas, yaitu penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.
Adalah kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya. Kewajiban itu memang tidak disertai sanksi karena asumsinya adalah para penyelenggara negara ialah orang-orang yang patuh pada undang-undang. Asumsi itu rupanya tidak berlaku bagi anggota DPR sebab tidak sedikit dari mereka yang mengangkangi undang-undang.
Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat bahwa sebanyak 127 dari 560 anggota dewan belum menyampaikan laporan harta kekayaan pejabat negara. Seharusnya para anggota dewan itu memasukkan laporan kekayaan mereka kepada KPK dua bulan setelah dilantik. Anggota DPR periode 2009-2014 resmi dilantik pada Oktober 2009. Itu berarti sudah tujuh bulan mereka membangkang.
Tragisnya, mereka yang membangkang itu justru lebih banyak dari partai-partai pendukung pemerintah, Partai Demokrat 42 orang, Golkar 27 orang, PAN 26 anggota, Partai Persatuan Pembangunan 8 orang, Partai Keadilan Sejahtera 4 orang, dan Partai Kebangkitan Bangsa 3 orang.
Partai-partai pendukung pemerintah mestinya memberi contoh yang baik kepada masyarakat, khususnya dalam mematuhi perintah undang-undang. Pembangkangan secara terbuka atas perintah undang-undang itu justru menimbulkan kesan yang buruk di masyarakat. Kesan bahwa partai pendukung pemerintah boleh suka-suka melanggar undang-undang.
Alasan kesibukan dan kerumitan mengisi lembar laporan kekayaan sudah klasik. Itu alasan yang ngawur untuk menutup-nutupi tabiat buruk anggota dewan. Alasan itu mestinya dibuang ke laut.
Dengan tegas dikatakan bahwa inilah pembangkangan disengaja untuk menghindar dari perintah undang-undang. Jauh lebih bijak bila pemimpin partai menyerahkan mereka yang membangkang itu kepada pihak yang berwajib karena mereka dengan tahu dan mau melanggar undang-undang.
Sikap tanpa kompromi terhadap penyelenggara negara yang membangkang harus diperlihatkan. Sebab tujuan utama melaporkan kekayaan ialah mencegah korupsi. Sebuah jabatan publik, termasuk wakil rakyat, adalah jabatan yang dapat disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri. Itulah sebabnya mereka harus melaporkan kekayaan. Tidak hanya jumlahnya, tetapi juga dari mana asalnya.
Sudah menjadi kewajiban rakyat untuk mencatat setiap anggota dewan yang malas melaporkan harta kekayaannya. Pastikan, jangan memilih anggota dewan yang membangkang pada pemilu berikutnya.
Itulah perintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perintahnya sangat jelas, yaitu penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.
Adalah kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya. Kewajiban itu memang tidak disertai sanksi karena asumsinya adalah para penyelenggara negara ialah orang-orang yang patuh pada undang-undang. Asumsi itu rupanya tidak berlaku bagi anggota DPR sebab tidak sedikit dari mereka yang mengangkangi undang-undang.
Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat bahwa sebanyak 127 dari 560 anggota dewan belum menyampaikan laporan harta kekayaan pejabat negara. Seharusnya para anggota dewan itu memasukkan laporan kekayaan mereka kepada KPK dua bulan setelah dilantik. Anggota DPR periode 2009-2014 resmi dilantik pada Oktober 2009. Itu berarti sudah tujuh bulan mereka membangkang.
Tragisnya, mereka yang membangkang itu justru lebih banyak dari partai-partai pendukung pemerintah, Partai Demokrat 42 orang, Golkar 27 orang, PAN 26 anggota, Partai Persatuan Pembangunan 8 orang, Partai Keadilan Sejahtera 4 orang, dan Partai Kebangkitan Bangsa 3 orang.
Partai-partai pendukung pemerintah mestinya memberi contoh yang baik kepada masyarakat, khususnya dalam mematuhi perintah undang-undang. Pembangkangan secara terbuka atas perintah undang-undang itu justru menimbulkan kesan yang buruk di masyarakat. Kesan bahwa partai pendukung pemerintah boleh suka-suka melanggar undang-undang.
Alasan kesibukan dan kerumitan mengisi lembar laporan kekayaan sudah klasik. Itu alasan yang ngawur untuk menutup-nutupi tabiat buruk anggota dewan. Alasan itu mestinya dibuang ke laut.
Dengan tegas dikatakan bahwa inilah pembangkangan disengaja untuk menghindar dari perintah undang-undang. Jauh lebih bijak bila pemimpin partai menyerahkan mereka yang membangkang itu kepada pihak yang berwajib karena mereka dengan tahu dan mau melanggar undang-undang.
Sikap tanpa kompromi terhadap penyelenggara negara yang membangkang harus diperlihatkan. Sebab tujuan utama melaporkan kekayaan ialah mencegah korupsi. Sebuah jabatan publik, termasuk wakil rakyat, adalah jabatan yang dapat disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri. Itulah sebabnya mereka harus melaporkan kekayaan. Tidak hanya jumlahnya, tetapi juga dari mana asalnya.
Sudah menjadi kewajiban rakyat untuk mencatat setiap anggota dewan yang malas melaporkan harta kekayaannya. Pastikan, jangan memilih anggota dewan yang membangkang pada pemilu berikutnya.
.idrisblog.com
indonesiatoday.in
0 komentar:
Posting Komentar